JAKARTA – Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang merumuskan draf final yang akan memasukkan tembakau gorila ke dalam jenis narkotika golongan I. Perumusan itu dilakukan setelah diadakan penelitian terhadap zat dan efek samping yang terkandung dalam tembakau tersebut.
Hasil penelitian ‘tembakau gorila’ dirilis oleh Badan Narkotika Nasional, Selasa 3 Januari 2017. BNN menyebut tembakau gorila masuk dalam klasifikasi new psychoactive substances dengan nama AB CHMINACA. Zat AB CHMINACA merupakan salah satu jenis Synthetic Cannabinoid (SC).
Kebanyakan dari SC yang beredar dikonsumsi dengan cara dihisap layaknya rokok, kemudian SC akan diabsorbsi oleh paru-paru dan kemudian disebarkan ke organ lain terutama otak. Oleh karena itu salah satu efeknya yakni seseorang akan terlihat “Ndomblong” atau melamun.
Bagi penggunanya sesaat setela menghisap Tembakau gorilla ini, didalam dirinya terbayang jadi sesuatu misal Superman dan lain sebagainya. Pada intinya pengonsumsi akan mengikuti apa yang dirasakan atau larut dalam khayalannya sendiri. Penggunaan SC yang dikandung dalam tembakau gorila juga menimbulkan efek samping mulai dari gangguan psikiatri seperti psikosis, agitasi, agresi, cemas, ide-ide bunuh diri, gejala-gejala putus zat, bahkan sindrom ketergantungan.
Di samping itu, BNN juga menemukan beberapa kasus seperti stroke iskemik akibat SC, hipertensi, takikardi, perubahan segmen ST, nyeri dada, gagal ginjal akut bahkan Infark Miokardium. Tembakau gorila sebenarnya sudah dikenal publik sejak pertengahan 2015 lalu. Namun, penggunaannya masih sangat terbatas di kalangan tertentu.
Belakangan tembakau gorila menjadi populer setelah kasus kapten pilot Citilink, Tekad Purna, yang diduga dalam kondisi mabuk saat hendak menerbangkan pesawat Citilink QG800 rute penerbangan Surabaya – Jakarta 28 Desember 2016 lalu.
Dalam sebuah rekaman suara yang beredar, sang pilot juga terdengar berbicara melantur. Sebagian netizen menduga Tekad menggunakan tembakau gorila. Meski demikian, saat dites kesehatan di Klinik Graha Angkasa Pura I, Tekad dinyatakan tidak dalam kondisi mabuk. (Hens Pradhana)