BANDUNG – Merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dipingkiri sebagai Provinsi yang cukup memiliki jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Maka, Jawa Barat (Jabar) juga menjadi provinsi yang memiliki jumlah banyak penduduk penderita sakit jiwa terbesar di Indonesia.
Kenyataan ini, di kutif dari laman Media Online Bedanews.com. Disampaikan wakil direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat (Jabar) Adang Ajiji, saat menerima BP Perda DPRD Jawa Barat, dan tengah mempersiapkan raperda Inisiatif Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa.
Dikatakan Adang, Masalah kesehatan jiwa ini memang seperti kurang mendapatkan perhatian dari pihak Pemerintah Daerah maupun Pusat. Bahkan, seharusnya Raperda ini diajukan oleh eksekutif. Terlebih, Jawa Barat sudah merupakan Provinsi dengan jumlah penderita sakit jiwa terbesar di Indonesia. Ucap Ia di RSJ Cisarua Kab.Bandung Barat 11-11-2016
Selain itu, Ketua Badan Pembuat Peraturan daerah (BP Perda) DPRD Provinsi Jabar Drs.H.Yusuf Puadz juga menyatakan, Masud kunjungan BP Perda RSJ yang merupakan milik Pemprov Jabar tersebut, Berkenaan dengan Raperda Inisiatif DPRD Provinsi Jawa Barat, tentang Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa. Pihak BP Perda sengaja melakukan kunjungan ke RSJ Provinsi Jawa Barat di Cisarua, Kab.Bandung Barat, hal itu demi mendapatkan informasi terkait segala masalah kesehatan jiwa.
Menurut H.Yusup Puadz, Pihaknya sangat memerlukan bentuk masukan-masukan terkait ruang lingkup penyelenggaraan kesehatan jiwa, apa yang harus dimuat dalam raperda dimaksud, serta apa yang bisa menjadi kendala penyelenggaraan kesehatan jiwa.
Dalam amanat Undang-Undang, Setiap provinsi harus memiliki 1 (satu) Rumah Sakit Jiwa (RSJ), kewajiban itu telah gugur karena Provinsi Jawa Barat saat ini sudah memiliki rumah sakit jiwa. Namun, BP Perda perlu mendapatkan masukan terkait dengan perlu atau tidaknya, untuk setiap wilayah Kab/Kota dalam memiliki masing-masing satu rumah sakit jiwa, dan juga masukan-masukan yang terkait ruang lingkup penyelenggaraan kesehatan jiwa.
Mengenai keberadan RSJ di setiap Kabupaten/kota tersebut, ditanggapi langsung pihak RS melalui Dr. Elly Warliyani, Saat ini kata Ia, untuk keberadaan rumah sakit jiwa di setiap masing-masing Kab/Kota belum begitu diperlukan, selama Rumah Sakit Daerah (RSD) yang ada masih bisa menangani dan memiliki fasilitas untuk pelayan kesehatan jiwa. “Hingga saat ini setiap penanganan pasien dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari beberapa ahli dan tenaga medis”. Kata Ia
Yang menjadi sangat masalahnya lanjut Dr. Elly, Dalam setiap penyelenggaraan kesehatan jiwa tersebut, adalah hal perawatan yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Yang seringkali terkendala oleh aturan BPJS yang memiliki batasan/kuota sehingga pasien tidak dapat diobati hingga tuntas.
Hal lain yang dinilai penting, adalah perlunya dukungan dari berbagai kalangan Masyarakat terhadap pasien yang dinyatakan sembuh dan dapat dikembalikan kepada Masyarakat. “Masalah kesehatan jiwa itu,tanggung jawabnya sampai pada fase rehabilitatif berbasis komunitas”.
Karena tambah Ia, Hal itu diperlukan peran serta Masyarakat melalui kader-kader jiwa, yang ada di setiap desa sebagaimana yang dilakukan terhadap penderita penyakit TBC.
Terkait dengan masalah pemanfaatan teknologi, bahwa untuk menangani pasien kejiwaan dibutuhkan teknologi yang mutakhir. Namun, sangat diakui bahwa sitem untuk itu belum mendukung, sehingga masalah ini perlu pula dimasukan ke dalam perda. (Deni)