Mukomuko Bengkulu KI – Konflik antara Petani Maju Bersama di atas HGU Terlantar PT Bumi Bina Sejahtera (BBS) Dengan PT Daria Dharma Pratama (DDP) harus segera di selesaikan oleh Pemerintah. Namun sebelum Pemerintah Daerah Kabupaten Mukomuko maupun Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu mengambil kebijakan atas konflik tersebut, pemerintah disarankan agar mengetahui sejarah sehingga terjadinya konflik. Tujuannya agar pemerintah bisa menilai serta menalaah agar tidak salah mengambil keputusan dalam merekomendasi perpanjangan HGU PT BBS.
Selaku Pendamping Hukum (PH) Petani Maju Bersama, Rizki Susanto menyarankan agar Guburnur Bengkulu (Rohidin Mersyah red) mengkaji ulang sejarah berdirinya dan perjalanan PT BBS dari masa ke masa. Kemudian juga mengkaji bagaimana mekanisme PT DDP menguasai HGU PT BBS ini, apakah sesuai dengan aturan Hukum yang ada atau tidak.
‘’Saya Cuma menyarankan agar pak Bupati dan pak Gubernur tidak Gegabah dalam mengambil kebijakan dalam upaya perpanjangan HGU PT BBS ini. Karena jika ditelusuri secara detail sejarah perjalanan PT BBS ini menurut kami tidak layak lagi untuk di perpanjang. Apalagi yang melakukan perpanjangan itu PT DDP bukan BBS. Kalau alasan PT BBS sudah melakukan Take Over ke PT DDP, tentu yang perlu kita telaah bersama itu apakah Take Over yang dimaksud sudah sesuai dengan aturan yang ada,’’ kata Rizki
Rizki menceritakan, bahwa PT BBS tersebut masuk ke wilayah Kecamatan Malin Deman ini sejak tahun 1986 berdasarkan izin lokasi, dan baru mendapat HGU pada tahun 1995, namun berjalan sekitar 2 tahun PT BBS mengalami kebangkrutan.
‘’Berdasarkan data dan informasi yang kami dapatkan di lapangan, PT BBS itu masuk ke Mukomuko Selatan atau saat ini Kecamatan Malin Deman pada tahun 1986 dan tahun 1995 barulah terbit sertifikat HGU nya. Didalam 1889 hektare itu ada sekitar 336 hektare yang tidak diganti rugi oleh PT BBS, namun masuk juga dalam sertifikat HGU,’’ terang rizki.
Pada tahun 1997/1998, lanjut Rizki PT BBS diduga kuat mengalami kebangkrutan sebab, sejak tahun tersebut PT BBS tidak lagi mngusahakan HGU nya sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang dan aturan yang ada.
‘’Kami yakin pada tahun 1997/1998 PT BBS mulai mengalami kebangkrutan, sebab lahan yang sudah dibebaskan tidak lagi diusahakan oleh PT BBS sebagaimana mestinya. Dan sejak saat itu HGU PT BBS sudah dikuasai oleh warga sekitar (warga Kecamatan Mukomuko Selatan red) untuk bercocok tanam seperti padi, jengkol karet, dan tanaman tua lainnya,’’ Tuturnya.
Sejauh ini, Petani maju bersama sudah melakukan berbagai upaya agar suara mereka di dengar oleh pemerintah. Namun belum ada tanggapan postif dari pemerintah atas apa yang mereka perjuangkan tersebut.
‘’Kita dengan kawan kawan dari dulu sudah menyampaikan ini secara surat kepada pemerintah (pak bupati dan pak gubernur), Baik Bupati sekarang maupun bupati yang terdahulu, begitu juga dengan gubernur kita juga sudah sampaikan. Karena tidak ada respon dari pemerintah agar menengahi konflik ini, maka kita minta kepada DPRD, sehingga terjadi Rapat Dengar Pendapat (RDP) sejak 2008, 2012, 2016 hingga sekarang, bahkan beberapa kali pertemuan terakhir ini dengan pansus yang baru, tidak ada juga tanggapan, maka kita dalam beberapa momen baik hari tani atau hari yang lainnya kami sampaikan lewat aksi Demo untuk menyampaikan aspirasi. Namun sampai saat ini belum ada respon yang positif dari pemerintah sehingga kami yang berkonflik sejak awal di atas HGU PT BBS yang terlantar ini, terus mendapat intimidasi dari perusahaan yang dikawal oleh polisi,’’ Tutup Rizki.